STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIFITAS DALAM OLAHRAGA

STRESS, KECEMASAN, FRUSTASI DAN AGRESIFITAS DALAM OLAHRAGA




KELOMPOK VI :

1.MOH. AFANDI S.K.                   (1531040137)
2.MARCO NUR ANDRIAWAN   (1531040133)
3.ADNAN HABIB                          (1531040135)
4.UKKl HARDIYANTI                 (1531040117)
5.INDAWATI                                  (1531040153)



PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASAR
T.A 2017





DAFTAR ISI
Sampul...............................................................................................................................i
Daftar isi............................................................................................................................iii
Kata Pengantar.................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang.................................................................................................................1
Rumusan masalah...........................................................................................................3
Tujuan..............................................................................................................................3
Manfaat............................................................................................................................4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas...................................................5
Gejala emosional stress dalam olahraga.........................................................................7
Upaya pengendalian stress dan kecemasan dalam olahraga..........................................8
Gejala stress terjadi........................................................................................................12
Tingkat kecemasan.........................................................................................................13
Pengendalian agresifitas dalam olahraga.......................................................................14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.....................................................................................................................17
Saran..............................................................................................................................17
Daftar Pustaka................................................................................................................18







KATA PENGANTAR

      Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Sesuai dengan tugas yang diberikan oleh bapak/ibu dosen bahwa makalah ini berisikan tentang stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas dalam olahraga yang hadir untuk melengkapi kegiatan belajar dalam mata kuliah psikologi olahraga. 

          Namun karena keterbatasan pemikiran, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan penyusunan mendatang.

         Akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua rekan atau anggota kelompok yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, baik berupa bantuan moril maupun materil sehingga makalah ini dapat tersusun secara baik.


                                                                                                        Makassar 11 oktober 2017
                                                                                                                
                                                                                                                              Kelompok VI,







BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

     Teori kesatuan psiko-fisik atau teori psiko-fisik totalitas berkembang karena para ahli menyadari bahwa orang yang keadaan kejiwaannya mengalami gangguan, karena rasa susah, gelisah atau ragu-ragu menghadapi sesuatu, ternyata mempengaruhi kondisi fisiknya. Akibat rasa susah dan gelisah menghadapi masa depan, seseorang kurang dapat tidur nyenyak, sehingga akhirnya mempengaruhi tingkahlaku dan penampilannya. Sebaliknya keadaan fisik yang kurang sehat, karena sedang sakit, sesudah mengalami kecelakaan dan cidera, juga dapat mempengaruhi kejiwaan individu yang bersangkutan; kurang dapat memusatkan perhatian pada masalah yang dihadapi, kurang dapat berfikir dengan tenang, kurang dapat berfikir dengan cepat,dsb-nya.

     Sejak lebih kurang setengah abad yang lalu adanya hubungan timbal-balik antara jiwa dan raga, atau antara gejala fisik dan psikik, telah menjadi bahan pembahasan para ahli psikologi. Ronge (1951) menyebutkan manusia sebagai suatu organisme, yang mengikuti hukum-hukum biologi, hukum-hukum dalam pikir, rasa keadilan, dsb. 

      Perasaan atau emosi memegang peranan penting dalam hidup manusia. Semua gejala emosional seperti: rasa takut, marah, cemas, stress, penuh harap, rasa senang dsb, dapat mempengaruhi perubahan-perubahan kondisi fisik seseorang. Perasaan atau emosi dapat memberi pengaruh-pengaruh fisiologik seperti: ketegangan otot, denyut jantung, peredaran darah, pernafasan, berfungsinya kelenjar-kelenjar hormon tertentu.

   Sehubungan itu semua maka jelaslah bahwa gejala psikik akan mempengaruhi penampilan dan prestasi atlet. Dalam hubungan ini pengaruh gangguan emosional perlu diperhatikan, karena gangguan emosional dapat mempengaruhi "psychological stability" atau keseimbangan psikik secara keseluruhan, dan ini berakibat besar terhadap pencapatan prestasi atlet.

    Dalam melakukan kegiatan olahraga, lebih-lebih untuk dapat mencapai prestasi yang tinggi, diperlukan berfungsinya aspek-aspek kejiwaan tertentu; misalnya untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam cabang olahraga panahan atau menembak, maka atlet harus dapat memusatkan perhatian dengan baik, penuh percaya diri, tenang, dapat berkonsentrasi penuh meski ada gangguan angin atau suara, dll-nya. untuk, menjadi peloncat indah atau peloncat menara yang berprestasi tinggi, atlet yang bersangkutan harus memiliki rasa percaya diri, keberanian, daya konsentrasi, kemauan keras, koordinasi.gerak yang baik, dan rasa keindahan; ini semua akan dapat, terganggu apabila atlet yang bersangkutan mengalami gangguan emosional.

      Emosi atau perasaan atlet perlu mendapat perhatian khusus dalam olahraga, karena emosi atlet di samping mempengaruhi aspek-aspek kejiwaan yang lain (akal dan kehendak), juga mempengaruhi aspek-aspek fisiologiknya sehingga jelas akan berpengaruh terhadap peningkatan atau merosotnya prestasi atlet.

    Ditinjau dari konsep jiwa dan raga sebagai kesatuan yang bersifat organis, maka gangguan emosional terhadap diri atlet akan berpengaruh terhadap keadaan kejiwaan atlet secara keseluruhan, ketidak-stabilan emosional atau "emotional instability" akan mengakibatkan terjadinya psychological instability", dan akan mempengaruhi peran fungsi-fungsi psikologisnya, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap pencapaian prestasi atlet.

B. RUMUSAN MASALAH

       Dari latar belakang di atas kita dapat di identifikaskan beberapa rumusan masalah, diantaranya :
1. Apa itu stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas?
2. Bagaimana gejala emosional stress dalam olahraga ?
3. Bagaimana upaya pengendalian stress dan kecemasan dalam olahraga ?
4. Bagaimana gejala stress terjadi ?
5. Bagaimana tingkat kecemasan ?
6. Bagaimana pengendalian agresifitas dalam olahraga ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas
2. Untuk menegetahui gejala emosional stress dalam olahraga
3. Untuk mengetahui upaya pengendalian stress dan kecemasan dalam olahraga
4. Untuk mengeetahui gejala stress terjadi
5. Untuk mengetahui tingkat kecemasan
6. Untuk mengetahui pengendalian agresifitas dalam olahraga

D. MANFAAT

1. Memberikan pemahaman terhadap pembaca tentang stress, kecemasan frustasi dam agresivitas dalam olahraga.
2. Memberikan sumbangan referesnsi kepada pembaca untuk bahan pembelajaran mengenai stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas dalam olahraga.




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Stress, Kecemasan, Frustasi, dan Agresifitas.

1. Pengertian Stress

     Ketegangan atau juga bisa disebut dengan stres yaitu tekanan atau sesuatu yang terasa menekan dalam diri seseorang. Perasaan tertekan ini disebabkan oleh banyak faktor yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar. Stres adalah ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutan tersebut (Maksum:2008). Kejadian ini merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian  antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial individu tersebut (Sarafino:2006).

2. Pengertian Kecemasan

     Kecemasan/anxieties adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelas sebabnya. Kecemasan merupakan kekuatan yang besar untuk menggerakkan tingkah laku baik tingkah laku normal maupun tingkah laku yang menyimpang, yang terganggu dan kedua-duanya merupakan pernyataan, penampilan, penjelmaan, dari pertahanan terhadap kecemasan (Gunarso, 2003: 27). Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat-alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan urat syaraf yang otonom, misalnya kalau seorang menghadapi keadaan yang berbahaya hatinya berdenyut lebih cepat, ia bernafas lebih pesat, mulutnya menjadi kering dan tapak tangannya berkeringat (Calvin. S, 1890 : 83) 

3. Pengertian Frustasi

    Frustrasi berasal dari bahasa Latin frustratio, yaitu perasaan kecewaatau jengkel akibat terhalang dalam pencapaian tujuan. Frustasi dapat diartikan juga sebagai keadaan terhambat dalam mencapai suatu tujuan (Markam,2003). Frustasi merupakan suatu keadaan ketegangan yang tak menyenangkan, dipenuhi perasaan dan aktivitas simpatetis yang semakin meninggi yang disebabkan oleh rintangan dan hambatan.Frustrasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan.

4. Pengertian Agresifitas

   Agresifitas adalah istilah umum yang di kaitkan dengan adanya perasaan –perasaan marah atau permusuhan atau tindakan melukai orang lain baik dengan tindakan kekerasan secara fisik, verbal maupun menggunakan ekpresi wajah dan gerakan tubuh yang mengancam atau merendahkan. Tindakan agresif pada umumnya merupakan tindakan yang di sengaja oleh pelaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada 2 tujuan utama agresif yang saling bertentangan satu dengan yang lain, yakni untuk membela diri di satu pihak dan di pihak lain adalah untuk meraih keunggulan dengan cara membuat lawan tidak berdaya. 


B. Gejala Emosional Stress Dalam Olahraga

1.  Stress dalam Pertandingan.

    Menurut scanlan (1984) dalam tulisnya yang berjudil: “kompetitif stress and the child atlet” yang dimuat dalam buku “psikologikal foundation of sport” mengemukakan bahwa “competitive stress” atau stress yang timbul dalam pertandingan merupakan reaksi emoasional yang negative pada anak apabila rasa harga dirinya menrasa terancam. Hal seperti ini terjadi apabila atlet yunior menganggap pertandingan sebagai tantangan yang berat untuk dapat sukses, mengingat kemampuan penampilannya, dan dalam keadaan seperti ini atlet lebih memikirkan akibat dari kekalahannya.

     Stress selalu akan terjadi pada diri individu apabila sesuatu yang diharapkan mendapat tantangan sehingga kemungkinan tidak tercapainya harapan tersebut menghantui pemikirannya. Stress adalah suatu ketegangan emosional, yang akhrinya berpengaruh terhadap proses-proses psikologis maupun proses fisiologik.

      Spielberger (1986) dalam tulisnya mengenal “stress & Anxiety in sport” dalam kumpulan karya ilmiah yang dihimpun oleh morgan berjudul “sport psychology” menegaskan bahwa stress menunjukan “psychological proses” yang kompleks, dan proses ini pada umumnya terjadi dalam situasi yang mengandung hal yang dapat merugikan, berbahaya, atau dapat menimbulkan frustasi (streesor). “Stressor” menurut Spielberger (1986) menunjukan situasi-situasi atau stimuli yang secara objrktif ditandai dengan adanya tekanan fisik atau psikologi atau bahaya dalam suatu tingkat tertentu.

      Situasi penuh stress akan ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dalam tingkat-tingkat yang berbeda dalam perkembangan manusia. Reaksi yang berbeda akan muncul dalam menghadapi “stressor”, tergantung pada situasi tertentu yang diperkirakan mengandung ancaman. Ancaman juga berkaitan dengan persepsi dan penilaian individu terhadap situasi yang dihadapi sebagai hal yang dapat merugikan dan mengandung bahaya. Dalam hubungannya dengan aktifitas olahraga, khususnya kemungkinan terjadinya stress menghadapi pertandingan maka permasalahannya sangat banyak tergantung pada diri atlet yang bersangkutan.


C. Pengendalian Stress dan Kecemasan Dalam Olahraga 

    Upaya Pengendaliannya terhadap kecemasan dan stress dalam olahraga. Dalam upaya pengendalian kecemasan (anxiety) dan stress dalam olahraga penulis garis bawahi diantaranya: 1. Strategi Relaksasi, 2. Strategi kognitif, 3.Teknik-teknik peredaan ketegangan dan mekanisme pertahanan diri. 

1. Strategi Relaksasi

     Keadaan relaks adalah keadaan saat seorang atlet berada dalam kondisi emosi yang tenang, yaitu tidak bergelora atau tegang. Keadaan tidak bergelora tidak berarti merendahnya gairah untuk ben-nain, melainkan dapat diatur atau dikendalikan pada titik atau daerah Z sesuai dengan hipotesis U-terbalik. 

    Untuk mencapai keadaan tersebut, diperlukan teknik-teknik tertentu melalui berbagai prosedur, baik aktif maupun pasif. prosedur aktif artinya kegiatan dilakukan sendiri secara aktif. Sementara itu, prosedur pasif berarti seseorang dapat mengendalikan munculnya emosi yang bergelora, atau dikenal sebagai latihan autogenik.

    Oleh karena itu, para ahli kemudian berupaya keras untuk mencari modifikasi agar latihan relaksasi progresif dapat dilakukan dalam format yang lebih pendek dan praktis. Apabila seseorang telah beberapa kali ber¬hasil dalam keadaan relaks, maka pengelompokan otot dapat diperbesar menjadi lima kelompok, yaitu:

1.Lengan dan tangan bersama-sama.
2.Semua otot muka.
3.Dada, pundak, punggung bagian atas, perut.
4.Pinggul dan pangkal paha.
5.Kaki dan tapak kaki.

2. Strategi Kognitif

      Strategi kognitif didasari oleh pendekatan kognitif yang menekankan bahwa pikiran atau proses berpikir merupakan sumber kekuatan yang ada dalam diri seseorang. Jadi, kesalahan, kegagalan, ataupun kekecewaan, tidak disebabkan oleh objek dari luar, namun pada hakikatnya bersumber pada inti pikiran atau proses berpikir seseorang. Misalnya, seorang atlet bulutangkis tidak dapat menyalahkan shuttlecock karena berat atau kecepatannya berbeda dari biasanya, karena yang menentukan sesuai atau tidaknya caranya memukul dan kekuatan pukulan adalah proses berpikir atlet tersebut. Jadi, yang seharusnya diubah adalah pengendali perilaku atlet, dalam hal ini gerakan atau pukulannya, agar dapat menyesuaikan dengan keadaan khusus. 

3. Teknik-teknik Peredaan Ketegangan
   Hanya mengetahui "apa" atau "the what"saja mengapa atlet tegang atau takut tanpa mengetahui "the how" atau "bagaimana" cara penyembuhannya tidaklah banyak manfaatnya dan tidak akan menolong atlet. Oleh karena itu, pelatih sebaiknya juga mempersenjatai diri dengan keterampilan bagaimana cara meredakan ketegangan yang ada pada atlet. Ada beberapa teknik yang bisa membantu menurunkan atau mengurangi ketegangan atlet (desensitizatioll, techniques). Antara lain:

a. Teknik Jacobson dan Schultz, yaitu dengan mengurangi arti pentingnya pertandingan dalam benak atlet, atau mengurangi ancaman hukuman kalau atlet gagal.

b. Teknik Cratty. Dengan teknik ini, mula-mula disusun suatu urutan (hierarki) anxiety yang dialami atlet, dari Yang paling ditakuti sampai yang paling kurang ditakuti oleh atlet. Pada permulaan, atlet dihadapkan pada situ¬asi yang paling sedikit membangkitkan anxiety. Setelah atlet terbiasa dan tidak takut lagi dengan situasi terse-but, dia kemudian dilibatkan dalam situasi takut yang agak lebih berat. Demikian seterusnya.

c. Teknik progressive muscle relaxation dari Jacobson, yaitu latihan memaksa otot-otot yang tegang dijadikan relaks.

d. Teknik autogenic relaxation, yaitu toknik relaksasi Yang menekankan pada sugesti diri (self-suggestion). 

e. Latihan pernapasan dalam (deep breathing). 

f. Meditasi. 

g. Berpikir positif.

h. Visualisasi.

i. Latihan simulasi: pada waktu latihan, berlatihlah dengan menciptakan situasi seakan-akan sedang betul¬betul bertanding, dan usahakan untuk tampil sebaik-baiknya. Lakukan latihan dengan intensitas yang tinggi seperti dalam pertandingan sebetulnya. Biarkan atlet mengalami stres fisik maupun mental. 



D. Gejala Stress Terjadi

   Stres sifatnya universiality, yaitu umum semua orang sama dapat merasakannya, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan karakteristik individu, maka responnya berbeda- beda untuk setiap orang. Seseorang yang mengalami stres dapat mengalami perubahan-perubahan yang terjadi,
Hardjana (1994) mengemukakan bahwa terdapat kriteria-kriteria gejala-gejala stress, antara lain :
1)    Gejala fisikal:

    Sakit kepala, pusing, pening. tidur tidak teratur, insomania atau susah tidur, bangun terlalu awal, sakit punggung, terutama bagian bawah ,mencret-mencret dan radang usus besar, sulit buang air besar, sembelit. gatal – gatal pada kulit, urat-urat tegang terutama leher dan bahu, keringat berlebih, terganggu pencernaan atau bisulan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, berubah selera makan, lelah atau kehilangan daya energy, bertambah banyak melakukan kekeliruan dan kesalahan dalam kerja dan hidup.

2)    Gejala Emosional

     Gelisah dan cemas,  sedih, depresi, mudah menangis, merasa jiwa dan hati atau mood berubah-ubah dengan cepat, mudah panas dan marah, gugup,  rasa harga diri menurun  dan merasa tidak aman, rasa harga diri menurun  dan merasa tidak aman, marah-marah, gampang menyerang orang dan bersikap bermusuhan, emosi mengering  kehabisan sumber dayamental (burn out).

3)   Gejala Kognitf

  Susah berkonsentrasi dan memusatkan pikiran, sulit mengambil keputusan, mudah terlupa, pikiran kacau, daya ingat menurun, melamun secara berlebihan, pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat, produktifitas atau prestasi kerja menurun, mutu kerja yang rendah.

4)   Gejala Interpersonal

  Kehilangan kepercayaan terhadap orang lain., mudah mempermasalahkan orang lain., mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi perjanjian, suka mencari – cari kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata, mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri, membiarkan orang lain.

E. Tingkat Kecemasan

  Menurut Peplau ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu sebagai berikut: 

  Pertama, Kecemasan Ringan yaitu dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Contohnya: Seseorang yang menghadapi ujian akhir, pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan, individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, individu yang tiba-tiba di kejar anjing menggonggong.

 Kedua, Kecemasan Sedang yaitu Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. Contohnya : pasangan suami istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan resiko tinggi, keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan), individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan.

 Ketiga, Kecemasan Berat yaitu lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain. Contoh: individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam, individu dalam penyanderaan.

  Keempat, Panik yaitu individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya control, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Contoh: individu dengan kepribadian pecah/despersonalisasi (Suliswati, 2005: 48).



F. Pengendalian Agresifitas Dalam Olahraga

    Sifat agresif hanyalah merupakan salah satu dari sifat individu. Kecendrungan sifat agresif pada pemain menjadi tingkahlaku yang positif dan diperlukan untuk memenangkan sebuah pertandingan atau sebaiknya menjadi tindakan destruktif. Sifat agresif yang dimiliki pemain yang juga memiliki kestabilan emosional, disiplin, rasa tanggungjawab yang besar, tidak akan menjadi masalah dalam pengarahannya. 

  Pelatih dapat menyiapkannya untuk bermain agresif, dengan tidak khawatir ia akan bertindak destruktif dan merugikan lawannya. Oleh karena itu, pelatih hendaknya memberikan:
1. Anjuran untuk bermain agresif harus terarh, kapan, dan bagaimana cara yang tetap agar tidak menimbulkan hal negatif dan melukai lawan.
2. Bermain agresif harus disertai dengan peningkatan penguasaan diri, agar dapat mengkontrol diri sendiri.
3. Bermain agresif harus disertai dengan disiplin dan rasa tanggungjawab, yaitu selalu mematuhi peraturan dan tunduk pada keputusan wasit serta dapat mempertanggungjawabkan tindakannya.
4. Perlu ada penghargaan bagi nmereka yang bertindak agresif tetapi tidak melukai lawan, memelihara sportivitas, dan sebaliknya memberi hukuman apabila berusaha melukai lawan atau tindakan tercela dan melanggar peraturan.

    Dalam upaya pengendalian tindak kekerasan dan agresifitas yang menyimpang, R.H. Cox mengungkapkan :
1. Atlet-atlet muda harus diberi pengetahuan tentang contoh tingkah laku non agresif, penguasaan diri, dan penampilan yang benar.
2. Atlet yang terlibat dalam tindakan agresif harus dihukum. Harus disadarkan bahwa tindakan agresif dapat membahayakan lawan atau tindakan yang tidak dibenarkan.
3. Pelatih yang memberi kemungkinan para atlet terlibat agresif dengan kekerasan harus diteliti dan harus dipecat dari tugasnya.
4. Pengaruh dari luar yang memungkinkan terjadinya tindakan agresif dengan kekerasan dilapangan harus dihindarkan.
5. Para pelatih dan wasit didorong atau dianjurkan untuk menghadiri lokakarta yang membahas tentang tindakan agresif dan kekerasan
6. Disamping hukuman terhadap tindakan agresif dengan kekerasan atlet harus didorong secara positif meningkatkan kemampuan untuk bertindak tenang terhadap situasi emosional.
7. Penguasaan emosi menghadapi tindakan agresif dengan kekerasan harus dilatih secara praktis antara lain melalui latihan mental.




BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

   Dari pembahasan diatas maka penulis dapat simpulkan antara lain :
1. Bahwa (a) atlet harus dilatih agar tingkat Kecemasan, stress, kecemasan, frustasi dan agresivitas dalam olahraga.
2. Menjadi semakin penting untuk memberikan latihan-latihan peredaan kecemasan, stress dan ketegangan kepada atlet-atlet atau anak didik.
3. Petunjuk-petunjuk peredaan Anxiety dan kecemasan akan efektif apabila diberikan pada saat-saat men¬jelang permulaan dan akhir pertandingan.

B. SARAN 

   Kepada masyarakat khususnya pembaca senantiasa tidak luput dari rasa penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi tentang semua pelajaran yang dapat membantu dalam menunjang keinginan kita sebagai orang yang terpelajar, Sebagai generasi muda, kita sepantasnya mampu memahami stress, kecemasan, frustasi dan agresifitas dalam olahraga sebagai bekal kemampuan sebagai calon pendidik atau pelatih di masa mendatang. Hal ini merupakan kunci bahwa setiap waktu merupakan ilmu yang berguna yang artinya tidak ada kata terlambat dalam hal  belajar.






DAFTAR PUSTAKA

Bakker, F.C., Whiting, "I.T.A., & Van der Brug. (1990). Sport psychology, concepts and applications. New York: John Wiley & Sons.
Cratty, B.J. (1973). Psychology in contemporary sport. New York: Prentice Hall, Inc.
Eberspacher, H. (1982). Sportpsychologie, Grundlagen, Methoden, Analysers. Rowohlt: Reinbek.
Harsono. (1988). Coaching dan aspek-aspeh psihologis
dalam coaching. Jakarta: C.V. Tambak Kusuma.
Harsono. (1990). Metode Mengajarkan Keterampilan Olahraga. Lokaharya Pendidihan Berpihir, IKIP Bandung. Makalah.
Loehr, J.E. (1986). Mental toughness training for sports., New York: A Plume Book.
http://gatotjariono.blogspot.co.id/2010/02/psikologi-olahraga.html
www.internetinfo.org
www.google.com







Komentar

Postingan populer dari blog ini

SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA BERUPA BANGUNAN KOLAM RENANG

EMOSI DALAM OLAHRAGA

SARANA DAN PRASARANA OLAHRAGA SEPAK BOLA