Kohesi Kelompok dan Kepemimpinan
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Manusia diciptakan sebagai mahkluk
social dan selalu membutuhkan bantuan dan kehadiran orang lain begitupun dengan
seorang pemimpin. Manusia sebagai mahkluk hidup di dunia tidak pernah dalam
keadaan berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kelompok. Chaplin (2004:
470) mendefinisikan kelompok sosial sebagai suatu kumpulan individu yang saling
berinteraksi dan memiliki beberapa sifat serta karakteristik yang sama atau
yang mengejar tujuan yang sama.
Setiap individu menemukan suatu
kenyamanan dengan bergabung dan berinteraksi dalam suatu kelompok. Kadang
kadang berada dalam posisi dualistis yaitu sebagai pihak yang dipimpin dan pada
saat atau kondisi dimana ia bertindak sebagai pemimpin. karena didalam kelompok
seseorang akan merasa bahwa dirinya disukai dan diterima. Perasaan disukai dan
diterima semacam ini sangat penting bagi semua usia dalam rentang kehidupan
manusia. Kohesi kelompok merupakan salah satu faktor yang penting dalam menjaga
keutuhan kelompok.
Pada makalah
ini kami akan membahas mengenai “Kohesi
Kelompok dan kepemimpinan” yang merupakan salah satu faktor yang menunjang
keefektifan kelompok.
1.2.
Rumusan
Masalah
A. 1. Apa yang dimaksud dengan kohesi
kelompok?
2.Apa sajakah hal-hal yang
mempengaruhi tingkat ketertarikan dalam kohesivitas kelompok?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang
mempengaruhi kohesivitas kelompok?
4. Apa sajakah hal-hal yang berkaitan
dengan kohesi kelompok?
B.1. Apa yang dimaksd dengan
kepemimpinan ?
2. Apa tujuan dari kepemimpinan?
3. Apa saja teori dalam
kepemimpinan?
4.Apa fungsi dari kepemimpinan?
1.3
Tujuan penulisan
A. 1.Mengetahui apa yang dimaksud dengan
kohesi kelompok
2.
Mengetahui hal-hal yang
mempengaruhi tingkat ketertarikan dalam kohesivitas kelompok
3.
Mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kohesivitas kelompok
4. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kohesi kelompok
B.
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kepemimpinan
2. Mengetahui macam macam teori
kepemimpinan
3. Mengetahui penerapan gaya kepemimpinan
4. Mengetahui fungsi kepemimpinan
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOHESI KELOMPOK
1. Pengertian Kohesi Kelompok
Kohesi sendiri didefinisikan sebagai
bagaimana para anggota kelompok saling menyukai dan mencintai satu dengan
lainnya, dimana faktor pengikat arti kohesi adalah daya tarik kelompok,
moral/tingkat motivasi dari masing-masing anggota dan koordinasi pada
usaha-usaha anggota kelompok.
Beberapa pengertian kohesi kelompok:
1.
Kohesi Kelompok
Collins dan Raven (1964)
mendefinisikan kohesivitas kelompok sebagai kekuatan yang mendorong anggota
kelompok untuk tetap tinggal didalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan
kelompok.
2. Kohesi
Kelompok
Kohesi kelompok merupakan perasaan
bersama-sama dalam kelompok dan merupakan kekuatan yang memelihara dan menjaga
anggota dalam kelompok. Taylor, Peplau & Sears (1997: 109)
mendefinisikan kohesivitas sebagai kekuatan (baik positif ataupun negatif) yang
menyebabkan anggota menetap pada suatu kelompok. Kohesivitas bergantung pada
tingkat keterikatan individu yang dimiliki setiap anggota kelompok. Daya tarik
antar pribadi merupakan kekuatan pokok yang positif.
3.
Kohesi Kelompok
Hartinah (2009:72) mendefinisikan kohesi kelompok
sebagai sejumlah faktor yang mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi
anggota kelompok tersebut.
4.
Ada tiga makna tentang kohesivitas kelompok:
1.
Ketertarikan
pada kelompok termasuk rasa tidak ingin keluar dari kelompok.
2.
Moral dan
tingkatan motivasi anggota kelompok.
3.
Koordinasi dan
kerjasama antar anggota kelompok.
2. Hal-Hal yang Mempengaruhi Tingkat Ketertarikan
dalam Kohesivitas Kelompok
Ketertarikan
pada kelompok ditentukan oleh kejelasan tujuan kelompok, kejelasan keberhasilan
pencapaian tujuan, karakteristik kelompok yang mempunyai hubungan dengan
kebutuhan dan nilai-nilai pribadi, kerjasama antara anggota kelompok dan
memandang kelompok tersebut lebih menguntungkan dibandingkan kelompok lainnya
(Hartinah, 2009:72).
Kohesivitas
bergantung pada tingkat ketertarikan individu yang dimiliki setiap anggota
kelompok. Daya tarik antar pribadi merupakan kekuatan pokok yang positif. Adapun ketertarikan itu sendiri dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu :
1)
Tingkat rasa suka satu sama lain diantara anggota kelompok. Apabila anggota
kelompok saling menyukai satu sama lain dan dieratkan dengan ikatan
persahabatan, kohesivitasnya akan tinggi.
2)
Tujuan instrumental kelompok. Kelompok seringkali digunakan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan, sebagai cara untuk memperoleh pendapatan atau untuk
melakukan pekerjaan yang kita sukai. Ketertarikan kita terhadap suatu kelompok
bergantung pada kesesuaian antara kebutuhan dan tujuan kita sendiri dengan
kegiatan dan tujuan kelompok.
3)
Keefektifan dan keselarasan interaksi dalam kelompok. Semua orang akan lebih
suka bergabung dalam kelompok yang bekerja secara efisien daripada dengan
kelompok yang menghabiskan waktu dan menyalahgunakan keterampilan kita. Segala
sesuatu yang meningkatkan kepuasaan dan semangat kelompok akan meningkatkan
kohesi kelompok.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kohesivitas
Kelompok
Cota (dalam Baron
& Byrne,1997) menyatakan
bahwa kohesivitas melibatkan dua dimensi primer, yakini tugas sosial dan
individu group. Dimensi yang pertama berkaitan dengan individu tertarik pada
tugas kelompok atau dalam hubungan sosial. Sedangkan dimensi yang kedua
berkaitan dengan individu pada kelompok atau anggota yang lain. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi kohesivitas
antara lain adalah:
Sejumlah usaha
yang diperlukan untuk masuk kelompok, biaya yang besar untuk masuk kelompok
menyebabkan ketertarikan anggota menjadi lebih besar.
Adanya ancaman
dari luar atau kompetensi.
Besarnya
kelompok, pada kelompok yang kecil lebih cenderung kohesif.
Selanjutnya,
Gibson (1997) menjelaskan bahwa kelompok yang rendah kohesivitasnya tidak
memiliki keterikatan interpersonal di antara anggotanya. Kelompok dapat menarik
individu disebabkan oleh adanya :
Tujuan kelompok
dan anggota saling mengisi dan spesifikasi yang jelas
Kelompok
memiliki pemimpin yang kharismatik
Reputasi
kelompok tampak yaitu keberhasilan mencapai tujuan
Jumlah anggota
kelompok kecil, sehingga memungkinkan anggota berpendapat, mendengar, dan
evaluasi
Anggota saling
mendukung dan menolong satu sama lain untuk mengatasi rintangan dan hambatan
Kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi
biasanya terdiri atas individu-individu yang termotivasi untuk membangun
kebersamaan dan cendrung memiliki kinerja kelompok yang efektif.
4.
Hal-Hal yang Berkaitan dengan Kohesi
Kelompok
Beberapa hal yang berkaitan dengan kohesi kelompok (Carolina
Nitimiharjo dan Jusman Iskandar, 1993: 24-27) :
1.
Tingkat kohesi kelompok.
Dalam hal
Kohesi, umumnya orang menunjuk pada tingkatan yakni anggota kelompok
termotivasi untuk tetap tinggal didalam kelompok. Anggota kelompok pada
kelompok yang kohesinya tinggi lebih energik didalam aktivitas kelompok, jarang
absen dalam pertemuan kelompok dan merasa senang apabila kelompok berhasil dan
merasa sedih apabila kelompoknya gagal (Shaw, 1979). Kelompok dengan
kohesi yang tinggi, anggotanya kooperatif dan akrab, serta saling menghargai
antara satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan. Pada kelompok yang
kohesinya rendah biasanya ada rasa saling bermusuhan dan agresif, dan biasanya
ada rasa kesenangan ketika anggota yang lain berbuat kesalahan. Selanjutnya (Shaw,1979)
menjelaskan bahwa kohesi kelompok yang tinggi ditandai dengan curahan waktu
untuk perencanaan kegiatan dan semua anggota kelompok mengikuti rencana yang
telah disetujuinya. Kelompok dengan kohesi yang tinggi pemimpinya berperilaku
demokratis, sedangkan pada kelompok dengan kohesi rendah pemimpinnya
berperilaku seperti ‘bos’ dan cendrung autokratik.
Ada beberapa metode didalam
meningkatkan kohesi kelompok. Cara paling efektif adalah membentuk hubungan
kooperatif diantara kelompok. Beberapa cara lainnya adalah memperdalam
kepercayaan diantara anggota kelompok, mengekspresikan afeksi lebih jauh lagi
diantara anggota kelompok, meningkatkan ekspresi saling inklusi dan menerima
diantara anggota kelompok, memperluas saling mempengaruhi diantara anggota kelompok
dan mengembangkan norma-norma kelompok yang menunjang ekspresi individu
diantara anggota kelompok.
2.
Kebutuhan interpersonal
Manusia sebagai makhluk sosial pasti
akan membutuhkan manusia lainnya, karena semua manusia hidup dalam masyarakat,
mereka harus memiliki keseimbangan antara dirinya dengan masyarakat. Hakikat
sosial manusia dikarenakan kebutuhan-kebutuhan interpersonal. Ada tiga dasar
kebutuhan interpersonal, yaitu inklusi, control dan afeksi.
Kebutuhan inklusi berkisar pada
keanggotaan siapa didalam dan siapa diluar kelompok, siapa yang memiliki dan
siapa yang tidak, siapa yang merupakan dari kebersamaan dan siapa yang tidak.
Beberapa anggota menghendaki agar kelompok memiliki jalinan yang inklusif dan
beberapa menghendaki jalinan yang lepas.
Kebutuhan control bertentangan
dengan kekuatan hubungan didalam kelompok, siapa yang berkuasa. Beberapa
anggota menghendaki mempunyai pengaruh terhadap banyak orang dan beberapa
menghendaki tidak mempunyai pengaruh terhadap siapa pun.
Kebutuhan
afeksi menunjukkan hubungan terbuka dan bersifat pribadi didalam kelompok.
Beberapa anggota menghendaki hubungan yang hangat dan terbuka dan beberapa
lainnya menghendaki hubungan yang dingin dan ada jarak.
3.
Mengembangkan dan memelihara kepercayaan
Kepercayaan
adalah aspek penting bagi sebuah kelompok karena merupakan kondisi yang dapat
membuat kerjasama stabil dan berkomunikasi dengan efektif. Makin tinggi tingkat kepercayaan diantara anggota
kelompok. Makin stabil kerjasama dan komunikasi yang efektif di antara anggota
kelompok . kelompok yang kooperatif adalah kelompok yang memiliki keterbukaan,
tingkah laku mempercayai didefinisikan sebagai ekspresi menerima, mendukung,
dan kooperatif. Meningkat dan memelihara kepercayaan berarti memperhatikan
keterbukaan, ekspresi menerima, dan mendukung.
4.
Konsekuensi dari kohesi kelompok
Didalam sebuah
kelompok, anggota kelompok yang
kohesif lebih
siap untuk selalu bertartisipasi didalam pertemuan-pertemuan kelompok. Kelompok
yang kohesif memiliki anggota yang loyal terhadap kelompok, mempunyai rasa
tanggung jawab kelompok, mempunyai motivasi tinggi untuk melaksanakan tugas
kelompok dan merasa puas atas pekerjaan kelompok. Dengan ciri-ciri tersebut
dapat menyebabkan meningkatkan produktifitas kelompok.
Kelompok yang
memiliki kohesi tinggi merupakan sumber rasa aman terhadap anggota kelompok
yang lain. Penerimaan anggota lain terhadap diri seseorang dapat meningkatkan
partisipasi dalam kelompok dan menjadikan anggota-anggotanya lebih kooperatif
dalam mengerjakan tugas-tugas dan lebih mudah mengatasi kesulitan-kesulitan
yang ada di dalam kelompok.
B.KEPEMIMPINAN
1.
Pengertian Kepemimpinan
Menurut Tead, Terry, Hoyt (Kartono, 2003) kepemimpinan yaitu
kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan
pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
Menurut Young (Kartono, 2003), kepemimpinan yaitu
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh
kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002) memandang bahwa
leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena
pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan
dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction
theorist) cenderung memandang sebagai pemaksaan atau
pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi
dan berada di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin
(D. Katz & Khan, 1978, h.528).
2. Teori Kepemimpinan
1) Teori
berdasarkan ciri-ciri
Teori
ini didasarkan pada ciri-ciri sebagai berikut
a.
Pengetahuan yang luas
b.
Kemampuan tumbuh dan berkembang
c.
Sifat dan inkuisitif (rasa ingin tahu)
d.
Kemampuan analitik
e.
Daya ingat yang kuat
f.
Kapasitas integratif
g.
Keterampilan berkomunikasi secara efektif
h.
Keterampilan mendidik
i.
Rasionalitas
j.
Objektivitas
k.
Pragmatisme
l.
Kemampuan menentukan skala prioritas
m.
Kemampuan membedakan yang urgent dan yang penting
n.
Rasa tepat waktu
o.
Rasa kohesi yang tinggi
p.
Naluri relevansi
q.
Keteladanan
r.
Kesediaan menjadi pendengar yang baik
s.
Adabtabilitas
t.
Fleksibilitas
u.
Ketegasan
v.
Keberanian
w.
Orientasi masa depan
x.
Sikap yang antisipatif
2) Teori
ketergantungan pada keadaan
Teori
ini dikenal dengan “Teori Contingency”. Inti pemikiran yang terkandung dalam
teori ini adalah bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang dalam suatu
organisasi sangat terhitung pada kemampuannya menyesuaikan gaya kepemimpinan
yang menjadi karakteristik utamanya dengan tuntutan pelaksanaan tugas yang harus
terselenggara dalam organisasi.
3) Teori
Jalan-Tujuan
Menurut
teori ini para bawahan dalam organisasi tidak selalu mampu mengidentifikasikan
berbagai kebutuhannya secara tepat. Kalaupun kemudian itu ada, mereka tidak
selalu mengetahui cara yang paling tepat untuk memuaskannya karena itu seorang
pimpinan diharapkan mampu membantu para bawahan tersebut dengan menunjukkan
jalan yang seyogyanya ditempuh oleh para bawahan itu hingga berbagai tujuan
pribadinya tercapai sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan organisasi
sebagai keseluruhan.
4) Teori
Keperilakuan
Ditinjau
dari segi teori kepemimpinan berdasarkan perilaku, dua dimensi yang menonjol
dalam persepsi seorang pemimpin ialah: Pertama, prakarsanya dalam menentukan
struktur tugas yang harus dilaksanakan oleh bawahannya. Kedua, tingkat
perhatian yang diberikannya kepada bawahan dengan berbagai tujuan, harapan,
cita-cita, keinginan, kepentingan, dan kebutuhannya. Keseimbangan antara dua
dimensi tersebut sangat penting karena dengan demikian tugas-tugas yang
dilaksanakan dalam pencapaian tujuan organisasi benar-benar terlaksana dengan
tingkat efisiensi dan efektifitas yang tinggi.
5) Teori
Situasional
Dalam
mencapai tujuan organisasi, seorang pemimpin pasti menghadapi situasi yang berbeda
dari satu kurun waktu ke kurun waktu yang lain. Faktor-faktor situasional
tersebut juga berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain karena
itulah ditekankan bahwa dari lima tipe kepemimpinan yang dikenal dewasa ini
tidak ada satupun tipe yang menggunakan gaya dasarnya secara konsisten. Teori
kepemimpinan mengajarkan bahwa wewenang formal seseorang dapat menghadapi
hambatan apabila terlalu ditonjolkan tanpa dibarengi oleh kepemilikan
berbagai ciri yang menunjukkan kemampuan manajerial yang tinggi.
6) Teori
Pimpinan-Partisipasi
Inti
teori ini yaitu pada pandangan bahwa analisis terakhir efektifitas seorang
manajer sangat tergantung pada tingkat kemampuannya untuk mengikutsertakan para
bawahannya dalam seluruh proses manajemen, terutama dalam proses pengambilan
keputusan. Jadi sesungguhnya pengikutsertaan bawahan dalam proses manajemen
adalah demi peningkatan kemampuan manajerial seorang pemimpin.
7) Teori
Penerimaan
Teori
ini disebut dengan istilah Acceptance Theory. Inti teori ini terletak
pada pendapat yang mengatakan bahwa efektifitas kepemimpinan seseorang
tercermin pada pengakuan dan penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan yang
bersangkutan. Peran para pemimpin dalam mengemudikan jalannya roda organisasi
sangat dominan dank arena itulah dari mereka dituntut kemampuan yang tinggi
menyelenggarakan semua fungsi-fungsi manajerialnya.
Adapun teori lain yaitu sebagai berikut.
1.
Great-men theories
Teori
ini didasarkan kepada munculnya seorang pemimpin berdasarkan sejarah yang
pengaruhnya besar dalam masyarakat. Contohnya, Musa, Lanin, Churcil.
2.
Trait Theories
Teori
ini mengansumsikan pembawaan, kepribadian, dan watak merupakan kualitas
superior pemimpin dan membedakannya dengan pengikut.
3.
Environmental theories
Teori
ini bertitik tolak dari anggapan munculnya seorang pemimpin besar yang
berpengaruh merupakan hasil dari waktu, tempat, dan lingkungan. Seperti
dikatakan oleh Hegel, orang besar merupakan ekspresi dari kebutuhan waktu.
4.
Personal-Situational Theories
Teori
ini menganggap pengaruh interaksi dari individu dan faktor situasional atau
lingkungan melahirkan pemimpin.
5.
Psychoanalitik Theories
Interpretasi
utama teori ini adalah melihat pemimpin sebagai figure ayah, sebagai sumber
cinta dan ketakutan, sebagai penjelmaan superego, sebagai saluran emosional
bagi frustasi dan agresi destruktif pengikut, sebgai sesuatu yang dibutuhkan
utk mendistribusikan perasaan cinta dan afeksi secara adil diantara
pengikutnya.
6.
Interaction-Expectation Theories
Teori
ini memandang kepemimpinan sebagai proses interaksi dari harapan yang ada dalam
kelompok, baik pemimpin, pengikut, maupun lingkungannya.
7.
Humanistic Theories
Teori
ini menganggap manusia pada hakikatnya merupakan organisme yang dapat
dimotivasi. Fungsi kepemimpinan, memodifikasi organisasi sedemikian rupa
sehingga individu-individu yang ada di dalamnya memiliki kebebasan untuk
merealisasikan motivasu potensial yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri dan pada saat yang sama mengkontribusi bagi tercapainya tujuan-tujuan
organisasi.
8.
Exchange Theories
Asumsi
teori ini adalah, interaksi sosial merupakan suatu bentuk pertukaran dimana
anggota-anggota kelompok memberikan sesuatu sebagai pengorbanan dan menerima
seseuatu sebagai imbalannya. Dengan demikian kepemimpinan merupakan proses
pertukaran yang seimbang antara pemimpin dan pengikutnya.
9.
Behavioral Theories
Inti
dari teori ini adalah kepemimpinan merupakan alat yang dapat mendorong atau
mempengaruhi perubahan perilaku bawahan sesuai dengan yang dikehendaki.
Perilaku pemimpiin mengubah bawahan pada suatu perilaku tertentu yang
dikehendaki.
10. Perceptual
dan Cognitive Theories
Karena
persepsi anggota tentang pemimpin bisa berbeda satu sama lain, maka menurut
teori ini tiap anggota memiliki teori kepemimpinan sendiri. Jika ingin memahami
perilaku pemimpin harus “memasuki kepala” pemimpin untuk mengetahui apa yang
dia pikirkan tentang situasi yang dihadapinya.
3.
Gaya – Gaya Kepemimpinan
1) Berdasarkan
pendekatan Path-Goal
a.
Gaya Kepemimpinan Direktif (pemimpin pengarah)
Pemimpin seperti ini mengutamakan pemberian pedoman
dan petunjuk kepada bawahan bagaimana melakukan pekerjaan serta memberitahukan
mengenai apa yang diharapkan dari mereka.
b.
Gaya Kepemimpinan Suportif (pemimpin pendukung)
Pemimpin seperti ini memberi pertimbangan atas kebutuhan
bawahan, memberi perhatian bagi kesejahteraan dan menciptakan keakraban dengan
bawahan dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
c.
Gaya kepemimpinan partisipatif (pemimpin partisipatif)
Gaya kepemimpinan ini, yaitu beruding dengan bawahan,
memberi peluang kepada bawahan untuk memberi masukan berupa saran dan gagasan
sebelum mengambil keputusan atau mempengaruhi keputusan yang telah dan akan
dibuat.
d. Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi
(pemimpin yang berorientasi pada prestasi)
Pemimpin ini menetapkan tujuan menantang, mengupayakan
bawahan meningkatkan prestasi, serta mendorong bawahan untuk mencapai tujuan
dan hasil karya yang lebih tinggi.
2)
Berdasarkan Sondang P. Siagian (2002)
1.
Tipe Kepemimpinan Otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik ialah
seorang pemimpin yang
Menganggap
organisasi sebagai milik pribadi
Mengidentikan
tujuan pribadi dengan tujuan organisasi
Menganggap
bahwa sebagai alat semata-mata
Tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat
Terlalu
tergantung pada kekuasaan formalnya
Dalam
tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach yang mengandung unsur
paksaan dan puntif (bersifat menghukum)
2. Tipe Kepemimpinan Militeristik
Seorang
pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki
sifat-sifat:
Kebanyakan
sistem perintah yang sering digunakan
Senang
bergantung pada pangkat dan jabatan
Senang
kepada formalitas yang berlebih-lebihan
Menuntut
disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya
3. Tipe
Kepemimpinan Paternalistik
Ciri-ciri dari tipe kepemimpinan ini adalah sebagai berikut.
Menganggap
bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa
Bersikap
terlalu melindungi
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan
keputusan
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil inisiatif
Jarang
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasi
Sering
bersikap mau tahu
4.
Tipe Kepemimpinan Kharismatik
Dalam
keadaaan tertentu, tipe kepemimpinan ini sangat diperlukan karena dapat
menutupi sifat negatifnya dengan kharisma positif yang dimilikinya. Terkadang
para bawahannya tidak memiliki alasan yang kuat untuk memilih seseorang
tersebut sebagai pemimpin.
5. Tipe Kepemimpinan Demokratik
Pengetahuan
tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
Ia
senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan.
Selalu
berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai
tujuan.
tujuan.
Selalu
berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya.
Selalu
berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
6.
Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Tipe kepemimpinan yang santai dan pengambilan keputusan diserahkan kepada para
bawahannya dengan pengarahan yang minimal bahkan tanpa pengarahan sama sekali.
Oleh karena itu, tipe kepemimpinan ini sering kali dianggap sebagai seorang
pemimpin yang kurang memiliki rasa tanggung jawab yang wajar terhadap
organisasi yang dipimpinnya. Serta memandang dan memperlakukan bawahannya
sebagai orang-orang yang sudah matang dan dewasa, baik dalam teknis maupun
mental.
4.
Fungsi Kepemimpinan
1) Membantu menetapkan
tujuan kelompok
2) Memelihara kelompok
3) Memberi simbol untuk
identifikasi
4) Mewakili kelompok
terhadap kelompok lain
5) Memandu, menuntun,
membimbing suatu kelompok
6) Menggerakan orang
lain yang dipimpin menuju tujuan kelompok
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam
sebuah organisasi tentunya harus mempunyai seorang pemimpin yang dapat mengatur
sumber daya organisasi agar dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan
efisien sehingga berdaya guna dan berhasil guna. Seorang pemimpin memiliki gaya
kepemimpinannya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Dewasa ini, terdapat
enam tipe kepemimpinan yang sering digunakan oleh para pemimpin besar maupun
dalam ruang lingkup kelompok sampai organisasi besar. Efektivitas dalam sebuah
kelompok dapat ditentukan juga oleh sikap dan perilaku seorang pemimpin.
Tidak
ada tipe kepemimpinan yang paling benar atau baik untuk digunakan dalam sebuah
kelompok. Tipe kepemimpinan yang efektif yaitu tergantung pada situasi dan
kondisi yang sedang dihadapi oleh sebuah kelompok. Misalnya, jika suatu
kelompok tersebut sedang mengalami berbagai masalah yang kompleks atau dalam
situasi yang genting, maka tipe kepemimpinan yang dibutuhkan oleh kelompok
tersebut adalah tipe otokratik. Dimana pengambilan keputusan dilakukan dengan
sepihak yaitu oleh pemimpin kelompok itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Hartinah, Sitti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung:PT. Refika Aditama
Ajidedim. 2008. Kohesivitas Koperasi Bagian 2, (online),
(http://ajidedim.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-psikologi-koperasi-kohesivitas-koperasi-bagian-dua/), diakses 24 November 2012.
A.J. 2011. Kohesi Kelompok, (online), (http://psikologila.blogspot.com/2011/10/kohesi-kelompok.html), diakses 24 Oktober 2011.
Dale,
Robert. D. 1992. Pelayan Sebagai Pemimpin. Gandum Mas. Malang.
Silalahi,
Ulbert. 1996. Asas-Asas Manajemen. Mandar Maju. Bandung.
Winardi.
0000 . Pengantar Ilmu Manajemen. Nova. Bandung.
Siagian,
Sondong. P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. PT Rineka Cipta.
Jakarta.
Komentar
Posting Komentar