Psikologi Olahraga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan
atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga
kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut nadi
meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka
merasakan sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet
tidak dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat
terhadap bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Apakah
Psikologi Olahraga?
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia
dalam hubungan dengan lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang
kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak
disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar
ataupun dari dalam dirinya sendiri.
Ilmu psikologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang
lalu dikenal sebagai psikologi olahraga. Penerapan psikologi ke dalam bidang
olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri
seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan
faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari
psikologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan
prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.
Mengapa
Psikologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Meningkatnya stres dalam pertandingan dapat menyebabkan
atlet bereaksi secara negatif, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga
kemampuan olahraganya menurun. Mereka dapat menjadi tegang, denyut nadi
meningkat, berkeringat dingin, cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan
sulit berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet tidak dapat
menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap
bidang psikologi olahraga, khususnya dalam pengendalian stres.
Psikologi olahraga juga diperlukan agar atlet berpikir
mengenai mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali
tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan psikologis dapat menolong
tercapainya tujuan tersebut.
Mental yang tegar, sama halnya dengan teknik dan fisik, akan
didapat melalui latihan yang terencana, teratur, dan sistematis. Dalam membina
aspek psikis atau mental atlet, pertama-tama perlu disadari bahwa setiap atlet
harus dipandang secara individual, yang satu berbeda dengan yang lainnya. Untuk
membantu mengenal profil setiap atlet, dapat dilakukan pemeriksaan psikologis,
yang biasa dikenal dengan “psikotes”, dengan bantuan psikometri.
Profil psikologis atlet biasanya berupa gambaran kepribadian
secara umum, potensi intelektual. dan fungsi daya pikirnya yang dihubungkan
dengan olahraga. Profil atlet pada umumnya tidak berubah banyak dari waktu ke
waktu. Oleh karenanya, orang sering beranggapan bahwa calon atlet berbakat
dapat dilihat semata-mata dari profil psikologisnya. Anggapan semacam ini
keliru, karena gambaran psikologis seseorang tidak menjamin keberhasilan atau
kegagalannya dalam prestasi olahraga, karena banyak sekali faktor lain yang
mempengaruhinya. Beberapa aspek psikologis dapat diperbaiki melalui latihan
ketrampilan psikologis yang terencana dan sistematis, yang pelaksanaannya
sangat tergantung dari komitmen si atlet terhadap program tersebut
Penampilan seorang atlet tidak bisa dilepaskan dari daya
dorong yang dia miliki. Sederhananya, semakin besar daya dorong yang dimiliki,
maka penampilan akan semakin optimal, tentu saja jika ditunjang dengan
kemampuan teknis dan kemampuan fisik yang memadai. Daya dorong itulah yang
biasa disebut dengan motivasi. Menurut Hodgetts dan Richard (2002) motif adalah
sesuatu yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan serta menentukan
arah dari perilaku seseorang. Sedang motivasi adalah motif yang tampak dalam
perilaku. Motiflah yang memberi dorongan seseorang dalam melakukan suatu
aktivitas. Hampir semua aktivitas manusia didorong oleh motif-motif tertentu
yang bersifat sangat individualis.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud motivasi?
2.
Apa
tujuan dan fungsi motivasi?
3.
Apa
saja faktor yang mempengaruhi motivasi?
4.
Apa
aplikasi motivasi terhadap kegiatan olahraga?
C.
Tujuan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk menginspirasi kita akan
pentingnya motivasi dalam kegiatan olahraga. Serta kita dapat mengetahui apa
saja faktor dan cara meningkatkan motivasi para pelaku olahraga khususnya bagi
para atlet.
BAB II
PEMBAHASAN
Manusia adalah makhluk berkembang, makhluk yang aktif.
Tindakan atau perbuatan manusia selain ditentukan oleh faktor-faktor yang
datang dari luar, juga ditentukan oleh faktor yang datang dari dalam diri
sendiri.
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu kata
movere yang berarti bergerak. Dalam konteks sekarang, motivasi dapat
didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu
intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu
tujuan.
Dalam pembinaan pendidikan jasmani dan olahraga di Indonesia
akhir-akhir ini makin dirasakan tantangan yang berat terutama untuk menampilkan
prestasi yang mengungguli atau setidak-tidaknya menyamai prestasi beberapa
Negara ASIA yang berciri fisik sama dengan Indonesia. Indonesia dengan jumlah
penduduk yang cukup besar seharusnya mampu mengorbitkan atlet-atlet yang
berprestasi.
Dalam bidang pendidikan jasmani dan olahraga, tidak ada
atlet yang dapat menang atau menunjukan prestasi yang optimal tanpa motivasi.
Meskipun atlet atau tim mempunyai keterampilan yang baik, tetapi tidak ada
hasrat untuk bermain baik, biasanya mengalami kekalahan. Demikian pula atlet
atau tim yang mempunyai hasrat tinggi tetapi tidak mempunyai keterampilan, maka
prestasi tetap buruk. Hasil optimal hanya dapat dicapai kalau motivasi dan
keterampilan saling melengkapi. Pernyataan ini, menunjukan bahwa motivasi
sebagai aspek dan proses psikologi berhubungan erat dengan keterampilan, perlu
ditumbuhkan dan dibina dalam pencapaian prestasi atlet yang optimal.
Sebenarnya secara fisik motivasi itu tidak nampak dan tidak
biasa diamati secara langsung, yang biasa diamati hanya gejala-gejalanya saja
dalam bentuk tingkah laku manusia yang merupakan akibat atau manifestasi dari
tinggi rendahnya ( ada tidaknya ) motivasi dari orang itu.
Kita
sering dilingkupi oleh nilai-nilai yang sewaktu-waktu dapat mendorong kita
untuk bereaksi ataupun tidak bereaksi. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab
mengapa sukar sekali orang mengukur motivasi secara umum, apalagi jika
pengukuran itu tergantung dari kata hati dan perasaan.
A.
Definisi motivasi menurut pendapat para ahli psikologi:
a.
David Krech (1962)
Menyatakan bahwa motivasi adalah kesatuan keingian dan
tujuan yang menjadi pendorong untuk bertingkah laku dinyatakan bahwa studi
tentang motivasi adalah studi yang mempelajari dua pertanyaan yang berbeda atas
tingkahlaku individu yakni, mengapa individu memilih tingkahlaku tertentu dan
menolak tingkah laku yang lainnya.
b.
Barelson dan Steiner dalam O. Koontz
(1980)
Motivasi adalah kekuatan dari dalam yang menggerakkan dan
mengarahkan atau membawa tinkah laku ke tujuan. Pada hakikatnya, rumusan ini,
bila diteliti dengan cermat, merupakan terminologi umum yang mencakup arti daya
dorong, keinginan, kebutuhan dan kemauan. Hubungan antara kebutuhan,keinginan
dan kepuasan digambarkan sebagai mata rantai yang disebut Need – want –
satisfaction chain.
c.
E.J Muray (1964 )
Motivasi adalah kecenderungan yang mengarahkan dan memilih
tingkah laku yang terkendali sesuai kondisi, dan kecenderungan
mempertahankannya sampai tujuan tercapai.
d.
Robert.N. Singer (1986)
Motivasi adalah sebagai dorongan untuk mencapai tujuan,
dorongan dari dalam terhadap aktifitas yang bertujuan. Menurut singer motivasi
itu terbagi antara dua yaitu, dorongan (drive) fisik, dan motif sosial.
Dorongan fisik adalah kecenderungan bertingkah laku kearah pemuasan kebutuhan
biologis. Motif sosial itu kompleks, muncul dan berkembang dari sumber – sumber
sosia, seperti hubungan antar manusia. Dorongan fisik tidak dapat dipelajari,
sedangkan motif sosial dapat.
e.
W.S. Winkel (1983), Wahjosumidjo
(1985), Kamlesh (1983).
Motivasi terbagi atas dua bentuk, yakni motivasi ekstrinsik
dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik itu bentuk motivasi yang di timbulkan oleh
berbagai sumber dari luar seperti pemberian hadiah, penghargaan, sertfikat dan
sebagainya. Motivasi intrinsik itu adalah dorongan alamiah yang mendorong
seseorang mengerjakan sesuatu dan bukan kerena situasi buatan.
Dari
beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa : ”Motivasi Olahraga” adalah
keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri individu yang
menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi
arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki.
Olahraga
digemari anak – anak, pemuda dan para orang tua karena memiliki daya tarik
untuk mengembangkan berbagain kemampuan, menumbuhkan harapan – harapan,
memberikan pengalaman yang membanggakan, meningkatkan kesehatan jasmani, dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan praktis dalam kehidupan sehari – hari dan
sebagainya.
Melalui
olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas untuk mengembangkan
kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas, menemukan teman – teman baru
serta pengalaman bepergian dan bertanding yang mendatangkan kegembiraan dan
kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas yang unik, dimana sermua memerlukan
hubungan yang harmonis dan ideal antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
Kompetisi
menimbulkan keadaan penuh stres dan dapat menimbulkan kecemasan atau anxiety,
serta tantangan untuk mengatasi berbagai perasaan, dengan berolahraga timbul
bermacam – macam dorongan untuk bertindak sebaik – baiknya yang merupakan
sebagian dorongan untuk mengembangkan diri sendiri atau ”self – improvement”.
B.
Fungsi Motivasi
Pengalaman nyata di negara-negara berkembang pada umumnya,
seperti juga di Indonesia, adalah bila atletnya mengalami kegagalan pada suatu
turnamen, maka kelemahan teknik dan taktik dituding sebagai sebab utama. Di
negara-negara yang sudah maju prestasi olahraganya, kurangnya motivasi dituding
sebagai penyebab utama. Anggapan yang berbeda ini sebenarnya disebabkan
kelemahan teknik masih menonjol di negara-negara berkembang, sedangkan kempuan
teknik dan fisik bukan masalah di negara-negara maju, sehingga motivasi
merupakan kunci yang mentukan keberhasilan penampilannya yang prima.
Peranan
motivasi terhadap prestasi olahraga banyak dibicarakan dan diperhatikan oleh
ahli-ahli psikologi olahraga. Menurut Singgih Gunarsa, prestasi seseorang
dihasilkan dari motivasi ditambah latihan. Straub menyatakan bahwa prestasi
seseorang adalah motivasi ditambah ketrampilan. Sedangkan menurut R.N Singer,
prestasi dalam olahraga itu sama dengan keterampilan yang diperoleh melalui
motivasi yang menyebabkan atlet bertahan dalam latihan, ditambah dengan
motivasi yang menyebabkan atlet bergairah berlatih keras. Memang tidak dapat
disangkal bahwa motivasi tidak dapat dipisahkan dengan keberhasilan atlet dalam
aktifitas olahraga.
Sama
halnya pada proses pembelajaran. Pentingnya peranan motivasi dalam proses
pembelajaran perlu dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk
tindakan atau bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik
diakibatkan faktor dari dalam maupun luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu
guna memenuhi / memuaskan suatu kebutuhan. Dalam konteks pembelajaran maka
kebutuhan tersebut berhubungan dengan kebutuhan untuk pelajaran.
Peran
motivasi dalam proses pembelajaran, motivasi belajar siswa dapat dianalogikan
sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin motivasi belajar yang memadai akan
mendorong siswa berperilaku aktif untuk berprestasi dalam kelas, tetapi
motivasi yang terlalu kuat justru dapat berpengaruh negatif terhadap kefektifan
usaha belajar siswa.
Fungsi
motivasi dalam pembelajaran diantaranya :
- Mendorong
timbulnya tingkah laku atau perbuatan, tanpa motivasi tidak akan timbul
suatu perbuatan misalnya belajar.
- Motivasi
berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
- Motivasi
berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang.
Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu
pekerjaan.
Pada
garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai dalam pembelajaran sebagai
berikut :
- Motivasi
menentukan tingkat berhasil atau gagalnya kegiatan belajar siswa.
- Pembelajaran
yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada diri siswa.
- Pembelajaran
yang bermotivasi menuntut kreatifitas dan imajinitas guru untuk berupaya
secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan serasi guna
membangkitkan dan memeliharan motivasi belajar siswa.
- Berhasil
atau gagalnya dalam membangkitkan dan mendayagunakn motivasi dalam proses
pembelajaran berkaitan dengan upaya pembinaan disiplin kelas.
- Penggunaan
asas motivasi merupakan sesuatu yang esensial dalam proses belajar dan
pembelajaran.
C.
Sumber Motivasi
Motivasi olahraga dapat dibagi atas motivasi primer dan
sekunder, dapat pula atas motivasi biologis dan sosial. Namun banyak ahli membagikannya
atas dua jenis, intrinsik dan ekstrinsik.
a)
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam yang
menyebabkan individu berpartisipasi. Dorongan ini sering dikatakan dibawa sejak
lahir, sehingga tidak dapat dipelajari. Atlet yang punya motivasi intrinsik
akan mengikuti latihan peningkatan kemampuan atau ketrampilan, atau mengikuti
pertandingan, bukan karena situasi buatan (dorongan dari luar), melainkan
karena kepuasan dalam dirinya. Bagi atlit tersebut, kepuasan diri diperoleh
lewat prestasi yang tinggi bukan lewat pemberian hadiah, pujian atau
penghargaan lainnya. Atlit ini biasanya tekun, bekerja keras, teratur dan
disiplin dalam menjalani latihan serta tidak menggantungkan dirinya pada orang
lain.
Pada
umumnya kemenangan yang diperoleh dalam kompetisi merupakan kepuasan dan selalu
dievaluasi guna lebih ditingkatkan, dan kekalahan akan diterima tanpa
kekecewaan melainkan akan menjadi sumber analisa terhadap kekuatan lawan dan
kelemahan diri sendiri guna diperbaiki melalui latihan-latihan yang keras.
Biasanya atlit ini mempunyai kepribadian yang matang, sportif, tekun, percaya
diri, disiplin dan kreatif.
Motivasi
intrinsik memiliki faktor-faktor dari dalam doro manusia itu sendiri. Seperti
yang di ungkapkan oleh Abraham H. Maslow pada teori kebutuhan. Teori
motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
1.
Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex;
2.
Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi
juga mental, psikologikal dan intelektual;
3.
Kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
4.
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan
5.
Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan
yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang
diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai
kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi
kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia
itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia
berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang
unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan
tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik
pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia
dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan,
bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut
terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh
Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti
dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika
konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat
dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin
mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi
juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan
berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil
memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati
rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia
digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini,
perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan
yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu
yang akan datang;
- Pemuasaan
berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari
pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai
kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya
suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam
pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati
pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis,
namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi pengembangan teori-teori
motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat
aplikatif.
b)
Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar
diri individu yang menyebabkan individu beradaptasi dalam olahraga. Dorongan
ini barasal dari pelatih, guru, orngtua, bangsa atau berupa hadiah, sertifikat,
penghargaan atau uang. Motivasi ekstrinsik itu dapat dipelajari dan tergantung
pada besarnya nilai penguat itu dari waktu ke waktu. Ini dapat karena
mempertaruhkan nama bangsa dan negara, karena hadiah besar, karena publikasi
lewat media massa. Dorongan yang demikian ini biasanya tidak bertahan lama.
Perubahan nilai hadiah, tiadanya hadiah akan menurunkan semangat dan gairah
berlatih. Kurangnya kompetisi menyebabkan latihan kurang tekun, sehingga
prestasinya merosot.
Motivasi
ekstrinsik dalam olahraga meliputi juga motivasi kompetitif, karena motif untuk
bersaing memegang peranan yang lebih besar daripada kepuasan karena telah
berprestasi baik. Kemenangan merupakan satu-satunya tujuan, sehingga dapat
timbul kecenderungan untuk berbuat kurang sportif atau kurang jujur seperti
licik dan curang. Atlet-atlet yang bermotifasi ektrinsik, sering tidak
menghargai orang lain, lawannya, atau peraturan pertandingan. Agar dapat
menang, maka ia cenderung berbuat hal-hal yang merugikan, seperti memakai obat
perangsang, mudah dibeli atau disuap.
Beberapa
ahli mengemukakan bahwa dalam aktifitas olahraga, motivasi intrinsik maupun
ekstrisik tidak akan berdiri sendiri, melainkan bersama-sama menuntun tingkah
laku individu. Mereka berdasarkan pandangannya bahwa tingkahlaku motivasi
intrinsik itu didrong oleh kebutuhan kompetisi dan keputusan sendiri dalam
kaitannya dengan lingkungan.
Manusia
hidup dengan lingkungannya dan bertingkah laku dengan lingkunganya. Itulah
sebabnya pengaruh lingkungan tidak akan terlepas dari kehidupan manusia.
Motivasi ekstrisik (pengaruh lingkungan) selalu menuntun tingkah laku manusia.
Dengan demikian tingkah laku individu dalam olahraga dipengaruhi oleh motivasi
intrinsik maupun motivasi ekstrinsik.
Peran
motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan. Dalam
pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru, menghadapi
penonton yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka selalu mendapat
petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi maupun dorongan semangat,
agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan memenangkan pertandingan. Situasi
penonton, lapangan yang baru, petunjuk pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka
dalam kendali lingkungan. Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan
demikin dalam diri atlet atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya
kebutuhan-kebutuhannya sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi
keadaan dari luar.
Weine
Halliwell (1978) menyatakan bahwa sebenarnya motivasi dasar tingkahlaku
individu dalam olahraga adalah motivasi intrinsik, namun selalu ditambah dengan
motivasi ekstrinsik. Dorongan ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi intrinsik,
kalau dorongan itu menambah kompetisi dan keputusan individu, dan dapat
menurunkan motivasi intrinsik, kalau dorongan itu mengurangi kompetisi dan
keputusan diri individu. Dengan kata lain, kalau kontrol (aspek lingkungan)
lebih menonjol, maka penguatan yang diberikan akan menurunkan motivasi
intrinsik. Tetapi jika informasi lebih menonjol dan positif terhadap kompotensi
dan keputusan sendiri individu, maka motivasi intrinsik akan meningkat.
D.
Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak sekali faktor yang berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya motivasi. Gunarsa (2004) menjelaskan bahwa ada 4 dimensi dari motivasi.
Dimensi-dimensi tersebut adalah:
1.
Atlet Sendiri
Atlet memegang peranan sentral dari munculnya motivasi.
Atlet sendiri yang mengatur dirinya untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu.
Jika atlet sudah merasa puas dengan pencapaian yang ada, maka tidak ada lagi
usaha keras untuk mendapatkan sesuatu yang baru.
2.
Hasil Penampilan
Hasil penampilan sangat menentukan motivasi seorang atlet
selanjutnya. Kekalahan dalam pertandingan sebelumnya akan berdampak negatif
terhadap motivasi atlet berikutnya. Atlet akan diliputi perasaan tidak berdaya
dan seolah-olah tidak mampu lagi untuk bangkit. Terlebih lagi jika mengalami
kekalahan dari pemain yang dianggap lebih lemah dari dirinya. Sebaliknya, jika
mendapatkan kemenangan, maka hal itu akan menumbuhkan sikap positif untuk
mengulang keberhasilan yang berhasil dia raih. Sebagai contoh, permainan tim
nasional sepakbola Indonesia dalam Piala Asia tahun 2007 yang lalu. Kemenangan
pertandingan pertama melawan Bahrain membuat para pemain tim nasional begitu
bersemangat untuk mendapatkan hasil serupa ketika bertanding melawan Arab Saudi
pada pertandingan setelahnya.
3.
Suasana Pertandingan
Suasana pertandingan sangat menentukan emosi seorang atlet.
Sebagai contoh, Taufik Hidayat kerap mundur dari pertandingan gara-gara merasa
dicurangi oleh wasit. Kondisi tersebut tentu saja tidak menyenangkan. Emosi
yang sudah terganggu oleh kondisi pertandingan yang tidak menyenangkan akan
berdampak pada motivasi atlet dalam menyelesaikan atau memenangkan sebuah
pertandingan.
4.
Tugas atau Penampilan
Motivasi juga ditentukan oleh tugas atau penampilan yang
dilakukan. Jika tugas berhasil dengan baik diselesaikan, keyakinan diri atlet
akan meningkat. Dengan keyakinan diri yang tinggi, motivasi juga akan mengalami
kenaikan. Tugas yang berhasil dilaksanakan akan memberi tambahan energi dan
motif untuk bekerja lebih giat.
E.
Cara Meningkatkan Motivasi
Motivasi
memegang peranan yang penting dalam olahraga prestasi. Seorang atlet harus
mampu menjaga motivasinya agar tetap dalam level yang tinggi baik dalam proses
latihan maupun pada saat menjalani pertandingan. Motivasi memang bukanlah
kondisi yang tidak bisa berubah. Setiap saat motivasi atlet bisa mengalami
perubahan, sehingga diperlukan sebuah upaya agar motivasi tetap terjaga pada
level yang optimal. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi atlet,
diantara adalah:
1.
Menetapkan Sasaran (Goal Setting)
Konsep dasar dari goal setting adalah menciptakan
tantangan bagi atlet untuk dilewati. Secara sederhana, goal setting
merangsang atlet untuk mencapai sesuatu baik dalam proses latihan maupun dalam
sebuah kompetisi. Ada beberapa batasan tentang metode goal setting ini
agar berjalan secara efektif.
Yang
perlu diperhatikan pertama adalah sasaran harus spesifik agar atlet mempunyai
ukuran atas pencapaiannya. Batasan yang kedua adalah tingkat kesulitan sasaran.
Tingkat kesulitan ini akan mempengaruhi persepsi atlet tentang kemampuannya.
Sasaran yang terlalu sulit akan membuat atlet ragu untuk bisa mencapainya.
Seandainya gagal, hal itu justru akan melemahkan keyakinan diri atlet.
Sebaliknya, sasaran juga tidak bisa dibuat terlalu mudah karena tidak akan
memberi rangsangan untuk berbuat lebih. Semakin menantang sasaran yang harus
dicapai, upaya dari seorang atlet untuk meraihnya juga akan semakin besar
(Wann, 1997).
Sasaran
juga harus dibuat bertingkat dengan membedakan sasaran jangka pendek dan jangka
panjang. Sasaran jangka pendek digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih
sasaran yang lebih tinggi. Misalnya, Olimpiade sebagai sasaran jangka panjangnya.
Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang atlet harus menjuarai level Sea Games
atau Asian Games terlebih dahulu.
Mengikuti
kompetisi yang rutin dan berjenjang adalah salah satu bentuk menentukan sasaran
yang efektif. Dengan banyak mengikuti kompetisi, seorang pelatih akan lebih
mudah menentukan prioritas dari kompetisi tersebut. Ada kalanya kompetisi
dijadikan sebagai ajang pemanasan untuk mematangkan kondisi fisik, sehingga
targetnya tidak perlu terlalu tinggi.
Berikutnya,
atlet harus selalu diberi feedback atas setiap pencapaian yang dia
selesaikan. Dengan feedback yang spesifik ini, atlet akan mengetahui
kekurangan dan kekuatan dirinya, sehingga atlet akan mempunyai informasi untuk
meningkatkan dirinya. Dengan menetapkan sasaran yang tepat, maka motivasi atlet
akan selalu terpacu untuk tampil dan menyelesaikan setiap tantangan yang
dihadapi.
2.
Persuasi Verbal
Persuasi Verbal adalah metode yang paling mudah untuk
dilakukan. Pelatih, ofisial, atau keluarga adalah orang-orang yang sering memberikan
persuasi secara verbal ini. Persuasi verbal adalah membakar semangat atlet
dengan ucapan-ucapan yang memotivasi.
Selain
itu, Persuasi verbal bisa juga dilakukan oleh atlet sendiri atau sering disebut
dengan istilah Self talk. Self talk adalah metode persuasi verbal
untuk atlet sendiri. Prinsip dasar dari self talk ini sebenarnya adalah
membantu atlet untuk mendapatkan gambaran yang positif baik tentang
kemampuannya atau mengenai suasana pertandingan. Self talk ini diyakini
mampu menumbuhkan keyakinan diri atlet baik sebelum bertanding atau pada saat
menjalani pertandingan. Dengan mengucapkan kalimat-kalimat yang membakar
semangat maka gambaran pesimisme atlet akan hilang dari persepsinya.
3.
Imagery Training
Metode berikutnya yang cukup membantu memacu motivasi para
atlet adalah dengan melakukan imagery training atau latihan pembayangan.
Dalam latihan pembayangan ini atlet diajak untuk memvisualisasikan situasi
pertandingan yang akan dijalani. Secara detil, atlet harus menggambarkan
keseluruhan pertandingan, mulai dari situasi lapangan, penontong, lawan dan
segala macam yang terlibat dalam pertandingan itu. Setelah mendapat gambaran
yang riil, maka atlet diajak untuk mencari solusi atas persoalan yang mungkin
muncul dalam pertandingan.
Sebagian
pemain mengembangkan persepsi bahwa di lapangan akan menghadapi lawan yang
berat, tangguh dan sulit dikalahkan. Persepsi semacam ini terkadang muncul
akibat ketegangan sebelum pertandingan. Atlet tidak secara objektif menilai
kemampuan diri sendiri. Konsentrasi atlet terfokus pada kekuatan lawan dan
situasi pertandingan yang berat. Situasi inilah yang melemahkan motivasi atlet
sebelum bertanding. Metode Imagery training mengajak para pemain untuk
mencari atas kemungkinan persoalan yang muncul di lapangan. Membayangkan
kekuatan diri, pukulan andalan atau kelemahan musuh, menciptakan kondisi
objektif pada persepsi seorang atlet.
4.
Motivasi Supertisi ( Takhayul )
Adalah
suatu bentuk kepercanyaan kepada susuatu yang menrupakan suatu simbul dan yang
di anggap mempunyai daya kekuatan atu daya dorongan mental, motivasi ini dapat
mengubah tngkah laku menjadi lebih semangat, ambisius, dan lebih besar
kemauanya untk sukses.
5.
Motivasi Dengan Gambar
Terutama gambar atau poster yang ada berhubungnya dengan
cabang olahraga yang di geluti misalnya, gambar Ben Johnson yang sedang
lari,gambar adegan yang menarik dalam pertandingan sepak bola, ganbar Mike
Tyson dan alin-lain.
6.
Meningkatkan Kemampuan Atlet
Kemampuan atlet meliputi skill teknis dan fisik. Skill
dan fisik yang bagus, akan mempengaruhi keinginan untuk mencapai prestasi yang
maksimal. Skill yang prima dapat dilihat dan dievaluasi melalui
pertandingan yang diikuti oleh atlet. Untuk itu diperlukan metode kepelatihan
yang modern dan efektif untuk meningkatkan keterampilan seorang atlet. Pelatih
juga harus paham dengan pencapaian teknik dan fisik yang dimiliki oleh
pemainnya.
7.
Motivasi insentif (Reward)
Reward ini adalah metode yang paling banyak digunakan untuk
memacu motivasi atlet. Bonus, hadiah atau jabatan tertentu digunakan untuk
memotivasi atlet. Reward ini ditujukan untuk menggugah motivasi ekstrinsik dari
atlet. Dengan iming-iming bonus yang besar, diharapkan atlet akan terpacu
tampil terbaik dan mengalahkan lawannya.
Salah
satu kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan menciptakan ketergantungan
dari para atlet. Banyak atlet hanya termotivasi hanya untuk mendapatkan bonus
tersebut daripada alasan lain, Sehingga tidak jarang atlet melakukan
upaya-upaya kotor untuk menjadi pemenang. Penggunaan doping adalah salah satu
cara yang paling sering ditempuh oleh seorang atlet demi tampil maksimal dan
mendapatkan hadiah atas kemenangannya. Untuk itulah, reward ini harus
diberikan sebagai pelengkap dari metode lain dan harus diberikan secara
bijaksana.
8.
Motivasi Karena Takut
Ketakutan atau takut terhadap sesuatu dapat merupakan
motivasi yang kuat bagi seseorang.:
- Perasaan
yang takut atau malu jika atlit tidak tau peraturan pertandingan tersebut
(sportif).
- Kekuatan
atlit dalam porsi latihan yang diberikan.
- Perasaan
takut atau malu ketika tidak ikut serta dalam team (diskors).
- Perasaan
takut atau malu jika tidak bias mamanuhi harapan-harapan atau sasaran yang
di tetapkan oleh pelatih. Sehingga atlit akan beruasaha sekuat tenaga
dalam batas sportitifitas.
F.
Hal-Hal Yang Mendorong Atlet Berprestasi
a.
Mencari dan mengatasi stress
Agaknya berjuang untuk mengatasi rintangan-rintangan
menciptakan stress pada diri sendiri, dan berusaha untuk sukses melalui stress
merupakan salah satu utama atlet untuk berprestasi. Sebagai contoh para pendaki
gunung, dan pada dunia olahraga banyak sekali hal-hal yang serupa ( mencari
stress dan mengatasinya ) yang mana Craty 1973 mengatakan hal tersebut dengan “
stress seeking animals”. Banyak atlet memperoleh kepuasan jika mereka mampu
melewati atau mengalahkan lawan-lawannya atau dapat mengatasi rintangan yang
menghalanginya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :
- ”Motivasi
Olahraga” adalah keseluruhan daya penggerak (motif – motif) didalam diri
individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan
latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Melalui olahraga para pemuda mendaptakan kesempatan yang luas
untuk mengembangkan kemampuan, mendapatkan pengakuan dan popularitas,
menemukan teman – teman baru serta pengalaman bepergian dan bertanding
yang mendatangkan kegembiraan dan kepuasan. Olahraga merupakan aktivitas
yang unik, dimana sermua memerlukan hubungan yang harmonis dan ideal
antara proses berfikir, emosi dan gerakan.
- Peran
motivasi intrinsik dan ekstrinsik dapat kita lihat dalam pertandingan.
Dalam pertandingan atlet atau tim akan bermain dilapangan yang baru,
menghadapi penonton yang banyak. Sebelum dan selama pertandingan mereka
selalu mendapat petunjuk-petunjuk dari pelatih baik teknik, strategi
maupun dorongan semangat, agar mereka dapat bermain sebaik mungkin dan
memenangkan pertandingan. Situasi penonton, lapangan yang baru, petunjuk
pelatih, menyebabkan tingkah laku mereka dalam kendali lingkungan.
Artinya, motivasi ekstrinsik berfungsi. Dengan demikin dalam diri atlet
atau tim berfungsi motivasi intrisik karena adanya kebutuhan-kebutuhannya
sendiri, dan motivasi ekstrisik karena dipengaruhi keadaan dari luar.
B. Saran
Dari uraian kesimpulan diatas, maka kami memberikan saran
semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pembaca dalam
proses pembelajaran ataupun penambahan wawasan dalam ilmu pengetahuan. Umumnya
dibidang psikologi olahraga dan khususnya dalam materi motivasi dalam olahraga.
DAFTAR
PUSTAKA
- Singgih D.
GUnarsa (2004), Psikologi Olahraga Prestasi, Jakarta; BPK Gunung Mulia
- Monly P.
Satiadarma (2000), Dasar-dasar Psikologi Olahraga, Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan
- Yunus Mahmud
dan Uray Johannes (1991/1992), Psikologi Olahraga, malang; Institut
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang
- http://www.indoskripsi.com
Komentar
Posting Komentar